Sleman - Sebagian warga Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta, berhasil mengembangkan produk baru kopi bubuk dari bahan
biji salak, seperti dilakukan oleh kelompok ibu-ibu PKK di Dusun
Donoasih, Desa Donokerto, Kecamatan Turi.
"Produk buah salak di wilayah ini sangat melimpah, sehingga mendorong
warga khususnya ibu-ibu seperti yang tergabung dalam PKK (pembinaan
kesejahteraan keluarga) lebih kreatif memanfaatkan komoditas andalan
wilayah tersebut," kata Pembina kelompok produk olahan salak Dusun
Donoasih, Supriyono, Jumat (17/10/2014).
Menurut dia, selama ini buah salak bisa dimanfaatkan menjadi banyak olahan seperti produk camilan dan minuman sari buah.
"Sekarang
ini, biji salak pun ternyata juga bisa dibuat bubuk untuk minuman
seperti kopi. Di tangan kreatif ibu-ibu PKK Dusun Donoasih, biji salak
yang selama ini hanya dibuang sia-sia diolah menjadi kuliner minuman
kopi. Disebut kopi biji salak karena proses pembuatan dan cita rasa
minuman ini mirip dengan kopi," katanya.
Ia mengatakan, usaha
kopi biji salak ini didirikan sejak satu tahun silam. "Meski sudah
berjalan cukup lama, tapi pemasaran produk ini masih terbatas lantaran
belum mengantongi izin usaha dari Dinas Kesehatan," katanya.
Supriyono
mengatakan, ide pembuatan produk ini berawal dari kelompok mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) yang melakukan Kuliah Kerja
Nyata (KKN) di dusun Donoasih.
"Warga sini terutama ibu-ibu menyambut positif gagasan itu karena produknya unik, dan jarang ada di pasaran," katanya.
Ia
mengatakan, proses pembuatan bubuk kopi biji salak, tergolong mudah.
Untuk produksinya, tiap ons dibutuhkan satu kilogram biji salak.
"Langkah
pertama, biji salak pondoh dibersihkan kemudian dipotong-potong menjadi
empat bagian. Irisan biji salak itu kemudian dijemur dan setelah kering
disangrai sampai warnanya berubah menjadi hitam," katanya.
Proses
sangrai ini butuh waktu kira-kira dua jam. Setelah itu, biji salak
ditumbuk dan diayak kemudian dikemas dalam ukuran satu ons.
"Per
ons dijual seharga Rp10 ribu. Peminat juga bisa membeli kiloan. Per
kilogram kami jual seharga Rp80 ribu. Keuntungan dari hasil penjualan
itu dimasukkan ke kas PKK," katanya.
Namun ada beberapa kendala
yang dihadapi para pelaku usaha. Selain izin Dinkes yang belum juga
keluar, semua peralatan produksi juga masih manual. Mereka mengharapkan
bantuan pemerintah terutama alat penggilingan dan oven. (Seruu.Com)
0 Comments