Suasana Warung Kopi Jasa Ayah atau yang biasa dikenal Warung Kopi Solong di daerah Ulee Kareng, Banda Aceh. Warung kopi ini tergolong warung kopi tua.
KOMPAS.com - Tidak perlu berpikir keras untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Persoalan bisa terselesaikan dengan hanya menyeruput segelas kopi hitam. Bahkan, kopi hitam yang pekat seperti merangsang pikiran untuk melahirkan ide-ide baru. Setidaknya itu yang diyakini Fahrizal, salah satu pencinta kopi.
Saya ngopi bisa tiga kali sehari. Kalau enggak ngopi, mulut hambar. Sebelum kerja, saya ke sini.
-- Fahrizal
Cuaca saat itu cukup panas. Denting gelas yang beradu bercampur percakapan orang menimbulkan kebisingan di ruangan agak luas itu. Namun keriuhan itu, tidak menyurutkan langkah Fahrizal datang ke Warung Kopi Jasa Ayah alias Solong Coffee di Ulee Kareng Banda Aceh.
Dengan menghisap sebuah rokok kretek, Fahrizal terlihat santai menyeruput secangkir kopi hitam. "Ngopi semakin lebih nikmat sambil ngerokok," katanya.
Saking maniaknya dengan kopi, Fahrizal mengibaratkan meminum kopi sama halnya dengan meminum obat resep dokter. "Saya ngopi bisa tiga kali sehari. Kalau enggak ngopi, mulut hambar. Sebelum kerja, saya ke sini. Siangnya, saya ke sini. Kalau malam saya bersama teman-teman datang ke sini," jelas Fahrizal yang mengaku sudah menggemari Kopi Solong semenjak 2001.
Karena itu, Fahrizal mengaku selalu setia meminum kopi di Warung Kopi Jasa Ayah saban hari. "Lidah saya enggak cocok dengan kopi-kopi lain. Kalau kena kopi Solong, lidah saya menerima," katanya.
Bisa dikatakan pemandangan orang kongkow di warung kopi seperti Fahrizal merupakan hal yang umum di Aceh. Kebiasaan minum kopi sudah ada dan mengakar di kalangan masyarakat Banda Aceh. Namun, keberadaan warung kopi tidak lepas dari pandangan negatif. Kedai kopi dinilai sebagai tempat bermalasan-malasan karena orang bisa tahan berjam-jam duduk di warung kopi.
Fahrizal justru menilai ngopi di warung kopi lebih memiliki banyak faedah. Nongkrong di warung kopi, katanya, tidak hanya sebatas memikmati kopi saja. Akan tetapi, dengan secangkir kopi masalah-masalah bisa terselesaikan dan ide-ide baru pun muncul.
"Jarang yang ngopi hanya sendiri. Biasanya, orang yang datang bersama kawan-kawannya. Di situlah mereka bertukar pikiran, cari informasi dan tidak menutup kemungkinan kita dapat pekerjaan dari hasil tukar pikiran tadi. Ngopi itu bukan cuma diam. Anda lihat, mana ada orang yang diam di sini?" paparnya.
Hal senada disampaikan pemilik warung kopi, H Nawawi. "Di sini orang ngopi untuk bertemu dengan kawan membahas masalah bisnis, masalah kuliah, dan lain-lain. Bahkan, mereka bisa menyelesaikan masalah. Jadi, bukan hanya duduk doang," tegas Nawawi.
Warung kopi seperti warung kopi Jasa Ayah menjamur di Banda Aceh. Tak pelak, Aceh kerap disebut Negeri Seribu Warung Kopi. Namun, Warung Kopi Jasa Ayah sudah tersohor kenikmatan kopinya mengingat warung kopi ini tergolong tua.
Maka tak mengherankan bila orang-orang penting seperti mantan Wapres Jusuf Kalla, mantan Ketua DPR Akbar Tandjung, hingga grup band ternama, Slank, pernah singgah ke warung kopi ini.
"Warung kopi ini pertama bernama Warung Kopi Jasa Ayah. Didirikan ayah saya tahun 1974. Kemudian, saya pimpin warung ini pada tahun 1982. Warung ini mulai ramai dikunjungi pada 1987," kata Nawawi menceritakan awal berdirinya warung kopi itu.
Nawawi menjelaskan tidak ada ramuan khusus dalam pembuatan kopi. "Kami menggunakan kopi lamno. Kopi nomor satu di Banda Aceh. Cara pembuatannya pun dilakukan sedemikian rupa. Saya betul-betul melihat biji kopinya. Kalau masih basah enggak kita pakai. Kami jemur dulu. Kemudian kopi kering itu digonseng," katanya.
Setelah itu, lanjut Nawawi, masih disortir dan kemudian diambil yang bagus. "Makanya, kopi wangi dan enak. Kopi jagoan yang kami banggakan di sini cuma kopi hitam manis. Kopi hitam manis di sini memang beda dari tempat lain. Kemudian, ada kopi Sangger. Kopi hitam manis di tambah susu sedikit. Bukan kopi susu loh," urai Nawawi.
Oleh karena itu, Nawawi mengaku tidak sedikit pun khawatir kehilangan pelanggan meskipun warung kopi sejenis menjamur. "Waktu mulai banyak warung kopi ada pengaruh. Namun, enggak berpengaruh banyak. Mereka coba di sana tetapi enggak pas. Lalu mereka kembali lagi ke sini. Mereka mengatakan sendiri. Kebanyakan orang yang kembali karena kopi di tempat lain enggak cocok di lidah," jelasnya.
Menikmati secangkir kopi hitam di warung kopi ini, Anda hanya perlu mengeluarkan uang sebesar Rp 5.000. Selain itu, Anda juga bisa membeli kopi bubuk di warung ini. Satu kilo kopi bubuk dihargai Rp 70.000.
Editor :
I Made Asdhiana
0 Comments