Giling Basah dalam Pengolahan Kopi


SalamCyber -- Pada tulisan sebelumnya, saya sudah menulis mengenai Proses Kering dalam Pengolahan Kopi. Untuk kesempatan kali ini, saya akan memaparkan metode pascapanen lain, yaitu Proses Basah Gabah Giling Basah (Wet Hulled Process).

Proses Basah Gabah Giling Basah


Proses Basah Gabah Giling Basah atau kerap populer disebut sebagaiGiling Basah merupakan proses pengupasan buah kopi yang dilakukan hanya di sejumlah daerah penghasil kopi tertentu. Alasannya, selain karena kebiasaan setempat, adalah keterbatasan alat atau mesin yang berteknologi terbaru. Biasanya metode ini dilakukan di perkebunan milik petani-petani kopi gurem, yang hanya memiliki kebun sekitar setengah hektar sampai satu hektar. Selain faktor tersebut, proses ini terjadi juga karena keterbatasan sinar matahari yang sangat dibutuhkan untuk mengeringkan gabah yang telah basah.

Beberapa daerah perkebunan yang penulis kunjungi langsung maupun dengar dari orang-orang yang pernah ke daerah tersebut - seperti di Sumatra, Sulawesi, Bali, Papua, Flores, Mae Hon Sorn (Thailand), sebagian kecil di Brazil - yang melakukan metode giling basahtidaklah sebanyak metode proses kering atau proses basah. Ini berbeda dengan metode yang dilakukan oleh para petani kopi di Sumatra dan sebagian Sulawesi, giling basah malah jamak dijumpai. Metode giling basah bisa juga disebut wet hulled di mana kulit tanduk yang masih memiliki kelembaban sekitar 25% digiling menggunakan alat atau mesin pengupas.

Pada proses giling basah di daerah penghasil kopi arabika di Sumatra, buah kopi yang telah dipetik dan dipilah tingkat kemasakannya dikupas menggunakan alat tradisional yang dapat dibeli di pasar tradisional. Alat tersebut adalah pengupas buah kopi (coffee cherry pulper). Alat pulper yang sederhana ini tidak membutuhkan tenaga listrik. Jadi, motor penggeraknya adalah tangan-tangan para petani. Sementara itu, beberapa petani ada juga yang menggunakan pulper bermotor penggerak tenaga mesin.

Setelah kulit buah terpisah dari kulit tanduk, kemudian kulit tanduk direndam di bak kecil dengan menggunakan air bersih. Proses perendaman dilakukan selama kurang lebih 8-16 jam—tergantung jumlah kulit tanduk yang direndam, semakin banyak akan membutuhkan waktu lebih lama.

Proses perendaman ini bisa disebut sebagai fermentasi kecil. Tujuan utamanya agar lendir(mucilage) dapat hilang dari permukaan kulit tanduk. Selain untuk menghilangkan lendir, perendaman dapat melunakkan kulit tanduk. Setelah proses perendaman atau fermentasi telah selesai, lalu biji kopi yang terapung bisa dipisahkan karena biji-biji tersebut dinilai cacat dan tidak boleh tercampur dengan biji yang tenggelam. Lalu, biji-biji kopi yang tenggelam dibilas sebentar agar bersih dari kotoran yang menempel. Setelah itu, biji kopi siap di jemur. Proses penjemuran biji kopi yang cacat dengan yang tidak dilakukan secara terpisah.

Secara umum, proses penjemuran di tingkat petani kecil itu dilakukan di lahan-lahan di depan perkebunannya, bahkan ada yang menjemur di pinggir-pinggir jalan tak jauh dari kebun. Penjemuran hanya dilakukan sekitar 1-2 hari, tergantung cuaca. Para petani di daerah Sumatra dan Sulawesi sangat terampil dalam hal meneliti tingkat kelembaban yang pas agar siap dijual ke para pengepul atau langsung ke pabrik. Tingkat kelembaban biasanya sekitar 40%. Setelah mencapai tingkat kelembaban yang dikehendaki, mereka menjual kulit tanduk yang masih basah tersebut menggunakan alat angkut seadanya. Di sisi lain, tak sedikit petani yang memanggul hasil kerjanya untuk dijual dengan berjalan kaki ke pengepul. Tetapi, ada juga yang petani yang tidak perlu mengantarkan kopinya, melainkan dijemput oleh para pengepul atau pabrik.

Setelah sampai di tempat penjualan, kopi berkulit tanduk basah ini akan ditimbang dan dihargai sesuai dengan kualitas biji kopi yang dinilai baik oleh para pengepul atau pabrik. Kualitas yang baik dinilai berdasarkan aroma dan juga tingkat kelembabannya, banyak juga petani yang menjual biji kopinya terlampau lembab, karena kurangnya waktu dalam proses penjemurannya. Atau ada juga yang menjual biji kopi yang terlambat diantarkan ke pengepul atau pabrik, sehingga kulit tanduk yang masih basah tersebut agak berjamur sehingga menyebabkan aroma yang kurang baik.

Di pabrik kopi berkulit tanduk masih basah tersebut langsung dijemur kembali di lantai jemur atau patio sekitar 2-3 jam. Penjemuran kedua ini bertujuan untuk mencapai kelembaban kopi kulit tanduk sekitar 25%. Setelah itu, kulit tanduk basah digiling di mesin besar yang disebut wet huller.

Proses penggilingan ini bertujuan untuk memisahkan kulit tanduk (parchment) dan juga kulit ari (silver skin). Setelah proses ini, biji kopi hijau ditempatkan kembali ke lantai jemur untuk proses pengeringan terakhir. Pada tahapan ini, penjemuran biji kopi membutuhkan waktu yang lebih lama, yaitu sekitar 3-11 hari, tergantung dengan cuaca. Mengenai suhu penjemuran, ia membutuhkan suhu ideal dan tidak lebih dari 40°C. Pada penjemuran tingkat akhir ini, kelembaban biji kopi ditargetkan mencapai 11-12%.

Biji-biji kopi yang telah kering dimasukan ke karung plastik untuk disimpan di gudang. Proses ini dinamakan resting atau kopi diistirahatkan. Pengistirahatan biji kopi membutuhkan waktu sekitar 6-8 minggu agar biji-biji tersebut memiliki karakter yang terseragamkan. Proses selanjutnya, sama seperti penjelasan sebelumnya (pada proses kering), biji disortir berdasarkan ukuran (size), kecacatan (defect), dan berat jenisnya (density).

Pada pabrik kopi arabika spesialti mereka harus menyortasi biji kopi yang cacat dengan tangan, tidak menggunakan mesin. Setelah itu, sebelum masuk ke pengarungan, dilakukangrading. Biasanya ukuran biji yang besar dan jumlah cacatnya sangat sedikit akan masuk kegrade nomor satu. Kemudian biji-biji tersebut siap dikemas dan dikirim ke roaster yang sudah memesan.

Nah, itulah tulisan pengantar dari saya mengenai proses giling basah dalam pengolahan kopi. Pada tulisan berikutnya, saya akan mengulas Proses Basah atau Full Wash.

Sumber : bincangkopi.com

Post a Comment

0 Comments