JAKARTA - “Manis dan tajam”, “rasa karamel”, “nuansa aprikot kering dan madu”: ini adalah beberapa gambaran kedinamisan rasa kopi berkualitas tinggi yang belakangan kian dicari penikmat kopi di Indonesia.
Permintaan global untuk kopi spesial alias specialty coffee meningkat seiring dengan kian banyak orang yang paham bahwa kopi memiliki kualitas beragam, kata Mauricio Galindo, kepala operasi di Organisasi Kopi Internasional (ICO).
Di Indonesia, permintaan lokal untuk kopi berkualitas tinggi juga bertambah berkat berkembangnya kelas menengah dan kegemaran mereka akan minuman ini.
Indonesia adalah pasar kopi terbesar kedua di Asia setelah Jepang, menurut ICO. Meski demikian, konsumsi kopi per kapita per tahun di Indonesia masih kurang dari satu kilogram. Ini berarti masih ada potensi pertumbuhan signifikan di Indonesia, kata pengamat industri.
Konsumsi Robusta domestik telah tumbuh sekitar 4%-6% per tahun, kata Moelyono Soesilo, direktur pembelian dan pemasaran untuk eksportir kopi PT Taman Delta Indonesia. Ia juga anggota Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI).
Moelyono memperkirakan kopi spesial hanya menyumbang kurang dari 1% di pasar domestik. Jika pertumbuhan ekonomi stabil, Moelyono memprediksi permintaan kopi spesial berpotensi naik dua kali lipat dalam tiga tahun, dari sekarang yang sekitar 200.000 kantung.
“Ekonomi tumbuh dan orang tertarik mencoba sesuatu yang baru, terutama kopi karena itu gaya Barat,” kata Moelyono. Ia merujuk pada demografi warga Indonesia berusia di bawah 40 tahun yang gemar mengadopsi tren dari Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Pemanggang kopi lokal sepakat bahwa peningkatan permintaan domestik tampaknya berkat paparan atas selera asing. Ini mendorong sebagian kecil warga mencari kopi berkualitas lebih baik.
Kopi instan yang cepat larut, dikenal dengan three-in-one (kopi, krim, dan gula) masih mendominasi pasar Indonesia. Namun produsen dan pemasok kopi spesial mendapati mereka yang telah menikmati kopi dengan rasa lebih sedap tak akan menengok ke belakang.
“Anda harus memuji Starbucks, mereka mengenalkan kopi selain three-in-one,” kata Andrew Tang dari Morph Coffee. Pemanggang kopi milik Andrew memasok kopi spesial langsung ke konsumen atau ke sekitar 30 kafe, termasuk One Fifteenth Coffee di Jakarta. Saat ini kapasitas pemanggangan kopi Morph adalah sekitar 900 kilogram kopi per bulan, naik tiga kali lipat dari setahun lalu.
“Kami secara bertahap membangun bisnis, jadi volumenya naik,” kata Andrew. Biji kopinya didapat dari beberapa produsen lokal—salah satunya adalah koperasi bernama Klasik Beans dan perusahaan kopi organik lokal di Sumatera Utara.
“Ini adalah industri yang sedang tumbuh,” kata Andrew.
Galindo mengatakan permintaan dari konsumen domestik negara-negara penghasil kopi akan sama tingginya dengan jumlah kopi yang dihasilkan.
“Di Indonesia, Anda melihat permintaan domestik telah memakan kapasitas [kopi] yang dijatah untuk ekspor,” katanya.
Menurut Klasik, permintaan domestik masih kecil. Sebanyak 90% ekspornya dikirim ke Australia, AS, dan Eropa. Namun koperasi ini bekerja sama dengan perusahaan seperti Morph untuk mengedukasi konsumen lokal.
“Jika setiap orang berkontribusi untuk pertumbuhan dan pengetahuan konsumen, dan mereka meminta sesuatu setiap hari, maka pertumbuhan akan selalu ada,” kata Andrew. (Oleh Sara Schonhardt)
Sumber : Wall Street Journal.
0 Comments