Menghirup Wangi Uang Bisnis Kopi di ACEH

ACEH tidak selalu tentang perang dan bencana. Banyak sisi lain dari provinsi paling barat Indonesia ini yang menarik untuk dikulik, salah satunya budaya ngopi.
Jauh sebelum kota-kota metropolitan dijamuri gerai kopi, Aceh sudah lebih dulu akrab dengan budaya ngopi, bahkan menjadi ladang yang menghasilkan berton-ton bijih kopi. Aromanya menebarkan wangi uang dan mengukuhkan Aceh sebagai salah satu produsen bijih kopi terbaik dunia.
Kesuburan dataran tinggi Gayo, Pidie, dan Aceh Jaya telah lama menjadi ladang penghasil bijih kopi tersohor: robusta dan arabika. Sementara Ulee Kareng, sebuah kawasan di Kota Banda Aceh adalah dapur yang mengolah bijih kopi siap konsumsi yang menebar aroma hingga ke luar Aceh.
Di daerah bergelar Bumi Serambi Mekkah ini kedai kopi begitu mudah ditemui, dari yang berkonsep tradisional hingga yang menawarkan atmosfer modern. Dari yang sekedar menawarkan secangkir kopi hingga yang menyediakan fasilitas wi-fi.
Angin perubahan pun kencang berembus ke kawasan yang dulu pernah luluh lantak diamuk tsunami, warung kopi kini tak lagi hanya milik para lelaki.
“Saya sudah mengenal bijih kopi sejak SMP, usai kuliah baru serius menekuninya. Bisnis ini merupakan warisan keluarga yang sudah diretas sejak tahun 1948. Sekarang pemasukan terbanyak malah datang dari pesanan pelanggan dari luar Aceh,” ujar Cek Lem (50) pemilik Solong Premium Coffee Shop.
Serambi berkesempatan menyambangi dan mencicipi aneka kopi kreasi Cek Lem di coffee shop miliknya di Beurawe, Selasa (30/9). Mulai versi original yaitu kopi hitam (espresso), sanger, hingga coffee late. Berhubung bukan penikmat kopi, penulis hanya mengenal dua kata: nikmat atau sangat nikmat.
Pemilik nama lengkap Hasballah ini menuturkan jika dirinya sengaja tidak menyediakan fasilitas wi-fi karena ingin menjadikan kopi sebagai magnet utama dan satu-satunya. Di dapur pengolahan bijih kopi miliknya, Cek Lem mengaku dalam seminggu ia memproduksi hingga 800 kg bijih kopi. 
Delapan orang pekerja dengan telaten memisahkan bijih kopi dari kulit untuk kemudian diayak, digonseng, dan digiling hingga bertektur bijih utuh, bubuk kasar, dan bubuk halus. Saban harinya ia bisa menghabiskan 5-7 kg bubuk kopi.
“Kalau yang paling banyak digemari pelanggan kami jenis espresso atau kopi hitam. Ciri khasnya kopi encer kecokletan dengan kafein tinggi. Sementara sanger merupakan komposisi dari bubuk kopi ditambah susu dan mentega. Adapun coffee latte yang merupakan khas Italia yaitu campuran bubuk kopi dan susu,” ulas Edo, salah seorang barista.
Ia menuturkan kopi espresso dihasilkan dari bubuk kopi robusta murni dengan cara disaring berulang ulang. Sementara sanger merupakan kopi kreasi racikan Solong Premium yang prosesnya sama dengan coffee late yaitu sama-sama menggunakan perangkat mesin.
Cukup dengan merogoh kocek ribuan rupiah, pengunjung sudah bisa menikmati secangkir kopi. Menikmati kehangatan yang ditawarkan kedai kopi khas Aceh yang kental dengan nuansa keakraban. 
(nurul hayati - aceh.tribunnews.com)

Post a Comment

0 Comments