Indonesia dalam Secangkir Kopi


~Sarie Febriane

Kopi luwak, kopi gayo, kopi toraja... alangkah nikmatnya. Namun, di balik secangkir kopi yang sedap tersimpan pergulatan panjang. Kedai kopi lokal itu butuh militansi tersendiri untuk menyajikan biji kopi paling enak dari negeri sendiri.

Kedai kopi Anomali adalah salah satu fenomena menarik soal kebangkitan kedai kopi lokal di tengah keriuhan kedai kopi internasional yang mendominasi setiap sudut kota. Pada tahun keempat sejak berdiri, dengan ketekunan dua anak muda pendirinya, Anomali kini memiliki empat kedai di Jakarta. Di papan nama Anomali di setiap kedai diusung tagline: ”Kopi Asli Indonesia”. Di situlah soalnya kemudian.
Dengan fokus pada kopi lokal spesial (specialty coffee) dari tujuh single origin di Indonesia itu, kedai kopi ini nyatanya sanggup mencuri sorotan lampu panggung dari kalangan penikmat kopi spesial di Jakarta.
Kedai lokal di ranah specialty coffee yang dengan kesadaran penuh mengusung kopi Indonesia kini semakin marak. Kedai kopi seperti Anomali dan Kopi Kamu di Senayan Residence saban malam, apalagi pada akhir pekan, dipenuhi pengunjung. Cangkir demi cangkir kopi yang harum dirayakan penuh sukacita di kedai-kedai lokal tersebut.
”Di Anomali, kopinya lebih fresh karena mereka mengerjakan roasting biji kopi sendiri di kafenya, kita bisa lihat. Aku selalu beli beans di sana. Apalagi, kopinya langsung dari petani lokal, it’s nice,” tutur Santi Rivai (37), desainer grafis yang menggemari kopi sejak duduk di bangku SMA.
Namun, sebenarnya secangkir kopi berkualitas yang harum semerbak itu tidak mudah untuk diwujudkan. Mendapatkan biji-biji kopi berkualitas nomor satu dari negeri sendiri bukan hal yang mudah bagi kedai kopi lokal. Simak saja cerita dua anak muda pendirinya, Irvan Helmi (29) dan Muhammad Abgari alias Agam (28). Persoalan krusial yang harus mereka lalui adalah bagaimana mendapatkan biji kopi terbaik dari Indonesia.
”Indonesia merupakan negara dengan jumlah single origin kopi terbanyak di dunia. Untuk specialty coffee setidaknya ada delapan single origin di Indonesia,” ucap Agam.
Tekad mengusung kopi lokal Indonesia bagi Agam dan Irvan bukanlah berangkat dari sauvinisme, melainkan, di kalangan pencinta kopi dunia, kopi asal Indonesia memang merupakan salah satu kopi terbaik di dunia selain Kolombia dan Brasil. Sebab itu, mereka memutuskan mengeksplorasi total kopi Indonesia sendiri. Ada soal nasionalisme yang pekat juga di situ.
Nyaris seluruh kopi single origin jenis arabika berkualitas prima dapat ditemui di Anomali, seperti dari Aceh Gayo, Sumatera Mandailing, Lintong, Java Estate, Toraja Kalosi, Bali Kintamani, Flores Bajawa, hingga Papua Wamena.
Ironis
Ironisnya, cerita Agam, mereka sempat kesulitan mendapatkan kopi berkualitas premium melalui pedagang (trader) kopi yang bermain di pelataran internasional. Mereka enggan melayani pasar domestik Indonesia. Bukan apa, pihak pedagang bersikap pragmatis. Kedai kopi lokal sanggup beli berapa banyak sih produk specialty coffee? Begitu kira-kira sikap para pedagang internasional ini.
Agam bercerita lagi, ia pernah mencoba membeli biji kopi premium Toraja Kalosi melalui sebuah perusahaan besar yang bermain di pasar internasional. Jawabannya seperti ditirukan Agam, ”Maaf kami tidak melayani pasar domestik.”
Perusahaan yang membina sebuah perkebunan kopi di tanah Sulawesi tersebut memasok 100 persen hasil kebun kopinya ke Jepang. Ya, Jepang memang dikenal amat menyenangi cita rasa kopi toraja. Oleh karena itulah, secara militan, Agam dan Irvan lantas harus berburu mencari biji-biji kopi terbaik langsung dari petani-petani kopi di Indonesia.
”Bisa dipahami sikap trader seperti itu. Sebab, demand dari peminum specialty coffee di Indonesia memang masih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain. Jadi, meski banyak kopi berkualitas asal Indonesia, belum tentu bisa mudah dinikmati orang Indonesia sendiri,” tutur Agam.
Hampir seluruh produksi kopi organik arabika kintamani yang kira-kira sekitar 600 ton dalam sekali panen diserap oleh pasar ekspor. ”Sisanya baru dilempar ke pasar lokal,” ujar Ketua Unit Usaha Produktif Subak Abian Merta Sari, Desa Manikliu, Kintamani, I Wayan Suwita. Itu artinya kopi kelas premium yang dihasilkan oleh 16 mesin penggilingan kopi di daerah itu sebagian besar untuk pasar internasional. ”Kami punya kontrak dengan empat eksportir dari Surabaya,” kata Suwita.
Kedai lokal pemain di ranah specialty coffee lainnya yang mengesankan adalah kedai Kopi Kamu yang berlokasi di Senayan Residence, Jakarta. Kedai yang baru didirikan pengusaha Rudy J Pesik pada Juni 2010 ini juga dengan kesadaran penuh mengusung kopi terbaik asal Indonesia. Rudy yang membeli waralaba Camus di Perancis ini memasarkan produk Kopi Kamu di 1.000 outlet di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, Malaysia, dan Singapura.
Rudy Pesik yang antara lain mempunyai bisnis di bidang kargo DHL Express itu masuk bisnis kopi karena merasa tertantang setelah kopi Indonesia dikatakan tidak enak. Kopi luwak, misalnya, merupakan potensi Indonesia dan telah terbukti dikenal di kalangan penikmat kopi internasional. ”Kita ini di Nusantara mempunyai kopi dengan kualitas bagus. Saya tertantang untuk membuktikan bahwa kopi kita yang terbaik,” kata Rudy.
Keunggulan kopi asal Indonesia adalah keunikan dan kompleksitas cita rasanya. Rudy memberi contoh kopi toraja. Sebagai penghasil cengkeh, pohon kopi di Toraja ditanam bersama pohon cengkeh. Dengan begitu, kopi menyerap aroma cengkeh. Inilah aroma eksotis alami yang sulit ditemui dari biji kopi asal negeri lain. Begitu pula dengan kopi gayo yang menyisipkan rasa unik.
Demi kepentingan memperoleh kualitas kopi yang unik itulah Rudy dan Kopi Kamu-nya ikut langsung dalam proses produksi kopi terbaik, mulai dari penyiapan lahan, perawatan pohon, proses panen, hingga distribusi.
Meskipun membutuhkan energi lebih, mau tidak mau cara seperti inilah yang harus dilakukan pelaku kedai lokal di ranah specialty coffee. Sebab, perilaku penanganan kopi dan pengolahannya sejak di sektor hulu belum menjadi sikap yang mapan dan meluas di dunia perkopian Indonesia. Seperti kata Agam dari Anomali, kedai kopi lokal butuh militansi!
(Frans Sartono/Putu Fajar Arcana)

Post a Comment

0 Comments