Sama halnya dengan produk lain, ketika menikmati secangkir kopi, kita kerap luput memikirkan dari mana kopi tersebut berasal. Sebuah kopi yang dijual di kedai kopi modern secangkirnya dapat berharga Rp50.000,00, tetapi di sisi lain nasib para petani yang kopinya dinikmati para eksekutif muda tersebut tidak pernah terangkat. Itu tampaknya salah satu sejarah kelam kopi yang diproduksi negara-negara Dunia Ketiga.
Adalah Anthony Wild, seorang yang bekerja sebagai buyer untuk sebuah perusahaan kopi, yang menulis buku sejarah kelam kopi dengan judul Coffee: A Dark History yang dirilis tahun 2005. Dari buku Wild inilah orang banyak mengutip tentang sejarah kopi kali pertama yang dimulai di Ethiopia. Kopi menurut Wild telah memengaruhi kehidupan politik, ekonomi, dan budaya di Inggris sehingga sangat berpengaruh pula pada kemajuan perekonomian Kerajaan Inggris.
Kopi alih-alih sebagai minuman yang ditengarai mengandung banyak khasiat dan dianggap ramuan ajaib, kemudian berubah menjadi minuman yang melatari gaya hidup banyak orang di dunia. Kopi menjadi salah satu alternatif minuman untuk sarapan pagi bersanding dengan teh. Kopi juga menjadi teman obrolan masyarakat dari kelas rendah hingga kelas tinggi. Kemudian, pilihan jenis kopi juga menunjukkan strata sosial seseorang, termasuk di Indonesia, yaitu ketika ada kopi berharga sangat mahal.
Wild mengutip perkiraan Bank Dunia bahwa ada 500 juta orang terlibat dalam perdagangan kopi dunia. Ia secara kritis mempersoalkan “penindasan” terhadap petani kopi di Afrika yang dilakukan produsen kopi dunia. Artinya, kopi diperoleh dengan harga sangat murah, tetapi kemudian mereka kemas dan jual dengan harga berlipat-lipat tanpa adanya perhatian terhadap para petani kopi. Meskipun terlibat dalam perdagangan kopi bertahun-tahun, Wild bukannya membahas tentang kemajuan perdagangan kopi. Ia justru melihat sisi kelam dunia kopi, termasuk produksi kopi instan yang makin memopulerkan kopi dan memudahkan orang untuk mendapatkannya. Tidak luput juga Wild membahas dampak kandungan kafein pada kesehatan manusia.
Bagi bangsa Indonesia, kopi boleh jadi memiliki dua sisi sejarah, yaitu sejarah cerah dan sejarah kelam. Bagaimanapun kaum penjajah yang pernah menduduki tanah Indonesia juga menjadikan kopi Indonesia sebagai komoditas andalan mereka sehingga tidak terlepas dari perlakuan perbudakan serta tanam paksa terhadap bangsa ini.Seperti halnya sejarah yang terjadi di Takengon, Aceh, yang kemudian melahirkan jenama kopi gayo yang diusahakan masyarakat Gayo setempat. Kopi Gayo telah mendunia, tetapi kehidupan dan nasib masyarakat petani di sana tidaklah sebaik nama kopinya.
Karena itu pula, penulis Golagong menyajikannya dalam bentuk kumpulan puisi bertajuk Airmata Kopi, setelah ia melakukan perjalanan menyusuri Tanah Gayo dan menikmati kopi asli di sana. Aroma “ketidakadilan” seperti diungkapkan dalam buku ini tercium oleh Golagong selain aroma khas kopi gayo yang mendunia itu.
Sejarah cerahnya tentu secara tidak langsung Belanda telah menjadikan tanaman kopi dikenal di Indonesia dan ternyata tumbuh subur di sini. Alhasil, muncul kopi-kopi unggulan asli Indonesia, seperti kopi luwak, kopi gayo, kopi toraja, dan banyak lagi. Kini bangsa Indonesia dapat menggunakan potensi kopinya dalam percaturan perdagangan dunia, tinggal bagaimana terjadi sinergi antara pemerintah, produsen kopi, petani kopi, dan pemangku kepentingan lainnya mengangkat kopi Indonesia dengan tidak mengulang sejarah kelam yang telah terjadi.
Sumber :bincangkopi.com
0 Comments