Jakarta--Jika
benar kopi Gayo kini memiliki cita rasa beragam dan semakin baik dalam
2-3 tahun terakhir seperti yang dikatakan Adi Wicaksono Taroepratjeka,
seorang Q grader--ahli uji rasa kopi, lalu apa yang menyebabkan itu
terjadi?
Faktor tanah dan lingkungan sekitar memang amat
menentukan, tapi itu saja tak cukup. Munculnya multirasa kopi spesial
Nusantara ini ternyata dipicu oleh pengolahan kopi pasca-panen yang
berbeda. Dan itu disebabkan oleh Internet. Bagaimana bisa Internet
mempengaruhi rasa kopi?
Dulu,
perdagangan kopi selalu memakai perantara. Kopi dibeli oleh tengkulak,
dikumpulkan di gudang, dijual ke makelar luar negeri, seperti Singapura,
baru ke perusahaan pengolahan kopi di berbagai negara. Kini, setelah
ada Internet, para pengelola kopi luar negeri banyak yang potong kompas,
mendatangi langsung para petani di desa-desa Indonesia.
Adi
melihat, mata rantai penjualan kopi yang kian pendek merupakan faktor
penyebab terjadinya multirasa kopi Indonesia tersebut. “Buyer bisa
meminta perubahan pengolahan kopi pasca-panen,” kata Adi. Akibatnya,
beda petani, beda kebun, akan bisa berbeda rasa kopinya, tergantung
bagaimana pengolahan pasca-panennya. Sebelumnya, kata Adi, petani
umumnya hanya mengenal satu cara pengolahan, yakni proses natural.
Petani memetik buah kopi kemudian langsung menjemurnya hingga kering.
Kini
ada banyak alternatif pengolahan. Ada yang dicuci bersih baru dijemur;
dicuci lalu dijemur setengah kering dan terus digiling. Ada juga yang
menginginkan fermentasi yang tiga kali lebih lama (3 x 12 jam). “Setiap
metode pengolahan akan menghasilkan karakter rasa yang berbeda-beda,”
ujar Adi.
Adi mengaku belum bisa memastikan apakah kian kayanya
cita rasa kopi Indonesia ini memberi keuntungan ataukah kerugian dalam
jangka panjang. Misalnya, berkaitan dengan penerapan standar kualitas
kopi. “Ini memang menyangkut quality control,” kata Adi.
Spektrum
rasa yang sangat beragam ini, menurut Adi, bisa dibilang hanya terjadi
di Indonesia. Negara penghasil kopi lainnya, seperti Brasil dan
Ethiopia, mempunyai pakem pengolahan kopinya. Apalagi, di Brasil,
produsen kopi umumnya adalah perkebunan pribadi milik keluarga kaya
sehingga rasa cenderung seragam. Keseragaman ini bisa dikatakan sebagai
hasil quality control yang bagus, tapi bisa juga ditafsirkan sebagai
kemiskinan cita rasa.
Yang pasti, menurut Adi, beragam cita rasa
itu membuat kopi Indonesia bisa memenuhi banyak pasar. Bisa masuk ke
pasar Amerika, Jepang, Korea, yang selera rasanya berbeda-beda. Adi
mencontohkan, PT Perkebunan Nusantara XII di Jawa Timur punya
kebun-kebun kopi yang dikhususkan untuk kawasan tertentu. Ada kebun
khusus untuk Italia, Amerika Serikat, dan Jepang.
Sumber : TEMPO.CO
0 Comments